Large Rainbow Pointer

Jumat, 18 Mei 2012

Tragedi Restoran Jepang

Saat ini kami sekeluarga sedang dalam kondisi 'beli makan di luar rumah'. Kalau tidak ya terjebak dengan makanan kalengan dan tinggal goreng. Malam ini adikku meminta nasi goreng. Sementara aku yang dari kemarin overdosis cabe menolak.

Akhirnya aku disuruh beli makan sendiri di luar. Dengan kondisi perut yang kebanyakan cabe ini, menu yang kupilih adalah: ayam goreng. Krispi. Di luar langit sudah menyala-nyala karena kilat. Firasat buruk. Tapi aku tetap mengendarai motorku dengan santai.
Atau mungkin karena santainya motorku malah berhenti di sebuah restoran asing yang baru pertama kali kulihat di daerah itu. Aku hanya berharap ada ayam goreng di sana. Cepat, mudah, murah, enak.

Please God, mana mungkin ada ayam goreng cepat mudah murah enak itu? Ini restoran jepang!!

Sudah terlanjur sampai sana mau bagaimana lagi. Aku memesan menu termurah yang plus minum plus nasi. Termurah satu itu aja setengah harga dari ayam goreng krispi cepat mudah murah enak. Disuruh mbaknya tunggu dulu. Ya namanya resto model begini harus nunggu kan. Rasanya aku rindu ayam goreng kesampaian itu. Menunggu, tanpa hp, tanpa buku, tanpa sesuatu yang bisa dilakukan. Sendiri.

Dan mau tahu yang paling buruk? SEMUA YANG MAKAN DI SITU BAWA PASANGANNYA. Argh nasib nasib kayak orang ilang di antara mbak-mas kasmaran ini.

Lamaa banget nunggunya. Tiba-tiba di luar angin berhembus kencang. Parah. Spanduk-spanduk mulai dangdutan. Hwa yang semua sumuk berat jadi dingin. Daun-daun jatuh dengan tidak santai. Pohon melambai-lambai panik.

Lalu. BRUSSS. Hujan deras tanpa basa-basi.

Great. Gue jomblo, nungguin masakan jepang yang lamaaaa jadinya itu, dan kejebak hujan. Akhirnya aku membelokkan rencana: bungkus aja mbak. Dan itupun aku masih harus menunggu. Ugh. Udah cukup deh nungguin ga kelar-kelar makhluk menyebalkan bernama, ups curhat lupakan, itu. Ini masih harus nunggu gorengan. Dengaan pasrah aku hanya bisa melongo ngeliatin ujan yang tambah deres.

Satu hal yang bikin  keki: aku ingin mengecek jas hujan di motor. Akhirnya kutinggalkan sofa berkapasitas enam orang itu, menuju parkiran. Kebasahan. Mengecek jas warna abu-abu itu. Ada, menjanjikan sepertiga kekeringan.  Begitu aku balik, SOFA ITU SUDAH DITEMPATI ORANG LAIN!

Tak cukupkah sinyal tehbotol di situ mas, bahwa kursi itu telah berpenghuni dan ia hanya mengecek jas hujan.

Setelah draama jas-sofa, pesananku pun jadi. Terbungkus styrofoam. Bergegas kuambil dan kabur menuju parkiran.

Di parkiran, aku telah disambut payung mas parkiran, serta tawaran untuk mengeluarkan motorku. Tanpa diminta lho. Biasanya kan harus manggil dulu. Dan bagi miss gabisaparkir ini tawaran itu sungguh mengharukan. Mana dipayungi lagi. Padahal daritadi aku sudah menyumpah-nyumpahi parkiran resto jepang ini karena ga ada pelindungnya sehingga motorku kebasahan. 

Aku pun pulang, menembus badai hujan aneh itu. Sampai rumah tak ada seorangpun yang mau membuka gerbang. Padahal hujan, deras, dingin, ada petir. Sudahlah, nasib. Bukan aku terlalu manja. Tapi di saat malam berhujan berbadai berdingin berpetir seperti itu kau pasti menginginkan hal yang sama. Dengan perjuangan kubuka gerbang itu. Sekaligus menutupnya. Sekaligus memasukkan motor ke garasi.

Finally aku bisa makan. Ayam goreng bukan ayam goreng itu tetap makanan.

Begitu kubuka,,,

Jreng.

Nugget.

Rasa ikan.

Doeng.

Jadi ini makanan jepaang seharga dua kali lipat ayam goreng krispi cepat mudah murah enak itu? Makanan yang harus dibayar dengan nunggu kelamaan dan kehujanan itu? Empat nugget rasa ikan? Anak kecil juga tahu ayaam goreng krispi itu lebiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiihhh enak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ada comment ada senyum :)